Akreditasi Sekolah
Akreditasi sekolah, baik
terhadap kinerja maupun kelayakannya, perlu dilakukan sebagai bentuk
akuntabilitas kepada publik. Akreditasi sekolah dilakukan oleh pemerintah dan
kompeten untuk menentukan kelayakan suatu sekolah dalam rangka penjaminan mutu
kepada publik. Penentuan kelayakan suatu sekolah didasarkan atas hasil
akreditasi yang dilaksanakan oleh Badan Akreditasi Sekolah (BAS).
Mengingat BAS merupakan
lembaga baru, maka diperlukan pedoman yang dapat membantu/memfasilitasi
penyelenggaraan akreditasi sekolah, mulai dari pembentukan BAS sampai penentuan
hasil akhir akreditasi sekolah. Oleh karena itu, Buku Pedoman Akreditasi
Sekolah ini dirancang untuk membantu pihak-pihak yang terkait dengan
penyelenggaraan akreditasi sekolah.
Buku Pedoman ini disusun dengan
mengacu kepada KepMendiknas 087/U/2002 dan Kepmendiknas 039/U/2003. Buku
Pedoman ini akan memberikan rambu-rambu tentang pelaksanaan akreditasi sekolah
yang meliputi arti, tujuan, manfaat, sistem, pelaksanaan, monitoring dan
publikasi, dan organisasi Badan Akreditasi Sekolah.
Arti Akreditasi Sekolah
Akreditasi sekolah adalah
suatu kegiatan penilaian kelayakan dan kinerja suatu sekolah berdasarkan
kriteria (standar) yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh Badan Akreditasi
Sekolah Nasional (BASNAS) yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk pengakuan
peringkat kelayakan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional 087/U/2002. Berdasarkan pengertian ini, akreditasi sekolah dapat
ditafsirkan sebagai tindakan menilai tingkat kelayakan kinerja setiap sekolah
melalui tindakan membandingkan keadaan sekolah menurut kenyataan dengan
kriteria (standar) yang telah ditetapkan. Jika keadaan sekolah menurut
kenyataan memenuhi standar, maka sekolah yang bersangkutan dinyatakan
terakreditasi. Sebaliknya, sebuah sekolah dinyatakan tidak terakreditasi jika
keadaan sekolah menurut kenyataan tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, hasil akreditasi dinyatakan dalam bentuk pengakuan
terakreditasi dan tidak terakreditasi. Sedangkan sekolah yang terakreditasi
dapat diperingkatkan menjadi tiga klasifikasi, yaitu amat baik, baik, dan
cukup.
Mengacu pada pengertian
akreditasi sekolah tersebut, maka perlu dilakukan dua tindakan. Pertama,
menetapkan standar akreditasi sekolah yang akan digunakan sebagai tolok
ukur/kriteria. Mengingat sekolah sebagai sistem terdiri dari sejumlah komponen
yang saling terkait, maka perlu ditetapkan terlebih dahulu standar dari
masing-masing komponen sekolah tersebut. Kedua, menilai kelayakan sekolah
melalui tindakan membandingkan masing-masing komponen sekolah menurut kenyataan
dengan standar/kriteria yang telah ditetapkan bagi masing-masing komponen
sekolah.
Tujuan Akreditasi sekolah
Keputusan Menteri
pendidikan Nasional Nomor 087/U/2002 menyebutkan bahwa akreditasi sekolah
bertujuan untuk: (1) memperoleh gambaran kinerja sekolah yang dapat digunakan
sebagai alat pembinaan, pengembangan, dan peningkatan mutu; (2) menentukan
tingkat kelayakan suatu sekolah dalam penyelenggaraan pelayanan pendidikan.
Tujuan akreditasi tersebut
memiliki makna bahwa hasil akreditasi: (1) memberikan gambaran tentang tingkat
kinerja sekolah yang dapat digunakan untuk kepentingan pembinaan, pengembangan,
dan peningkatan kinerja sekolah, baik kualitas, produktivitas, efektivitas,
Efisiensi, dan inovasinya; (2) memberikan jaminan kepada publik bahwa sekolah
tertentu yang telah dinyatakan terakreditasi menyediakan layanan pendidikan
yang memenuhi standar kualitas nasional, dan (3) memberikan jaminan kepada
publik bahwa siswa dilayani oleh sekolah yang benar-benar memenuhi persyaratan
standar kualitas nasional.
Manfaat Akreditasi Sekolah
Hasil akreditasi sekolah
memiliki manfaat sebagai berikut:
1. memberikan
umpan balik bagi sekolah yang bersangkutan sehingga dapat dilakukan upaya-upaya
perbaikan, pengembangan, dan peningkatan kinerja sekolah;
2. membantu
masyarakat dalam menentukan pilihan sekolah melalui informasi tentang peringkat
akreditasi sekolah;
3. membantu
pemetaan kelayakan dan kinerja sekolah secara mikro, meso, dan makro; dan
4. membantu
pengembangan sekolah melalui pemberian informasi tentang posisi sekolah
tertentu terhadap sekolah lainnya, posisi dinas pendidikan tertentu terhadap
dinas pendidikan lainnya, dan sebagai informasi secara nasional tentang tingkat
kinerja pendidikan di Indonesia yang dapat digunakan untuk pembinaan,
pengembangan, dan peningkatan kinerja pendidikan secara mikro, meso, dan makro.
Secara lebih spesifik
hasil akreditasi bermanfaat bagi kelompok-kelompok kepentingan sebagai berikut:
1. Sekolah,
bagi sekolah hasil akreditasi memiliki makna yang penting, karena ia dapat
digunakan sebagai:
a. Acuan
dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan dan rencana pengembangan sekolah
b. Bahan
masukan/umpan balik untuk usaha pemberdayaan dan pengembangan kinerja warga
sekolah dalam rangka menerapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi dan
meningkatkan status jenjang akreditasi sekolah;
c. Pendorong
motivasi untuk terus meningkatkan kualitas sekolah secara gradual di tingkat
kabupaten/kota, provinsi, nasional bahkan dimungkinkan di tingkat regional dan
internasional;
d. Selain
pengakuan sebagai sekolah yang berkualitas, hasil akreditasi juga memberikan
manfaat bagi sekolah sebagai masyarakat belajar untuk meningkatkan dukungan
dari pemerintah, masyarakat maupun sektor swasta dalam hal profesionalisme,
moral, tenaga, dan dana.
2. Kepala Sekolah, hasil akreditasi
diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk pemetaan indikator keberhasilan
kinerja warga sekolah, termasuk kinerja Kepala Sekolah selama periode
kepemimpinannya (satu periode adalah 4 tahun). Disamping itu hasil akreditasi
juga diperlukan Kepala Sekolah sebagai bahan masukan untuk penyusunan anggaran
pendapatan dan belanja sekolah (misalnya Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Sekolah/RAPBS).
3. Guru, hasil akreditasi merupakan
dorongan bagi guru untuk selalu meningkatkan diri dari bekerja keras untuk
memberi layanan yang terbaik bagi siswanya. Karena secara moral, guru senang
bekerja di sekolah yang diakui sebagai sekolah baik, maka guru selalu berusaha
untuk peningkatan diri (profesionalismenya) dan bekerja keras untuk memperoleh,
mempertahankan dan meningkatkan hasil akreditasi.
4. Masyarakat (orangtua siswa), hasil
akreditasi diharapkan menjadi informasi yang akurat untuk menyatakan kualitas
pendidikan yang ditawarkan oleh setiap sekolah; sehingga secara sadar dan
bertanggung jawab masyarakat/orang tua dapat membuat keputusan dan pilihan yang
tepat kaitannya dengan pendidikan bagi anak didik sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya masing-masing. Sementara itu bagi siswa sendiri akreditasi juga
menumbuhkan rasa percaya diri bahwa mereka memperoleh pendidikan yang baik, dan
harapannya, sertifikat dari sekolah yang terakreditasi merupakan bukti bahwa
mereka menerima pendidikan yang berkualitas tinggi.
5. Dinas Pendidikan, hasil akreditasi
diharapkan dapat menjadi acuan dalam rangka pembinaan dan
pengembangan/peningkatan kualitas pendidikan di daerah masing-masing. Di
samping itu hasil akreditasi bagi Dinas Pendidikan juga dapat menjadi bahan
informasi penting untuk penyusunan anggaran pendidikan secara umum, dan
khususnya anggaran pendidikan yang terkait dengan rencana biaya operasional
Badan Akreditasi Sekolah di tingkat Dinas.
6. Pemerintah: bagi pemerintah hasil
akreditasi juga sangat bermanfaat, karena diharapkan menjadi:
a. Bahan
masukan untuk pengembangan sistem akreditasi sekolah di masa mendatang dan alat
pengendalian kualitas pelayanan pendidikan bagi masyarakat yang bersifat
nasional;
b. Sumber
informasi tentang tingkat kualitas layanan pendidikan yang dapat dipergunakan
sebagai acuan untuk pembinaan, pengembangan, dan peningkatan kinerja pendidikan
secara makro;
c. Bahan
informasi penting untuk penyusunan anggaran pendidikan secara umum di tingkat
nasional, dan khususnya program dan penganggaran pendidikan yang terkait dengan
peningkatan mutu pendidikan nasional.
E. Ruang Lingkup
Sekolah yang diakreditasi
meliputi Taman Kanak-kanak (TK), Taman Kanak- kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah
Dasar (SD), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama (SMP),
Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Sekolah Menengah Atas (SMA),
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB).
Standar Akreditasi Sekolah
Standar akreditasi sekolah (standar minimum) adalah kriteria tertentu untuk
menetapkan komponen-komponen pendidikan pada semua jenjang pendidikan TK, TKLB,
SD, SDLB, SMP, SMPLB, SMA, SMK dan SMLB. Setiap sekolah harus memenuhi standar
minimum yang telah ditetapkan oleh BASNAS. Standar minimum yangi dimaksud
bersumber/mengacu pada standar nasional pendidikan. Sekolah yang memenuhi
standar minimum akan dinyatakan terakreditasi dan yang tidak memenuhi,
dinyatakan tidak terakreditasi. Karena standar yang digunakan untuk
mengakreditasi sekolah adalah standar minimum, BASNAS mendorong agar sekolah
menentukan standar yang lebih tinggi bagi dirinya dan selalu mencari cara-cara
yang lebih baik untuk mencapai standar yang lebih tinggi. Mengingat standar merupakan
sesuatu yang bersifat dinamis sejalan dengan perkembangan dan tuntutan mutakhir
pendidikan, maka pedoman tingkat/derajat standar juga akan berubah sesuai
dengan perkembangan dan tuntutan pendidikan di masa depan.
Akreditasi dilakukan melalui tindakan membandingkan (benchmark) kondisi
sekolah dalam kenyataan dengan kriteria (standar) yang telah ditetapkan.
Mengingat sekolah sebagai sistem tersusun dari komponen-komponen yang saling
terkait untuk mencapai tujuan sekolah, maka standar yang dimaksud harus disusun
berdasarkan komponen-komponen sekolah.
Standar untuk masing-masing komponen sekolah yang ditetapkan berikut ini
didahului oleh uraian singkat sebagai mukadimah yang memberikan rasional
standar, menafsirkan maknanya, dan mendefinisikan istilah-istilah. Karena itu
mukadimah tersebut harus ditafsirkan sebagai bagian dari standar yang telah
ditetapkan. Selanjutnya bagi sekolah yang ingin mengajukan akreditasi atau
reakreditasi diharapkan menyiapkan laporan evaluasi diri yang dibuat
berdasarkan mukadimah dan standar yang dimaksud. Laporan evaluasi diri
disiapkan berdasarkan Petunjuk Evaluasi Diri, yang diterbitkan secara terpisah
dari Buku Pedoman ini. Berturut-turut
akan dikemukakan standar untuk masing-masing komponen sekolah.
1. Kurikulum/Proses Belajar Mengajar
a. Pelaksanaan Kurikulum
Standar kurikulum dibuat untuk memberikan jaminan
kepada masyarakat bahwa apa yang diajarkan di sekolah benar-benar konsisten
dengan prinsip dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam
kurikulum nasional. Meskipun sekolah dibolehkan untuk mengembangkan atau
melaksanakan kurikulum yang menjadi ciri khas dari sekolah yang bersangkutan,
namun kurikulum nasional tetap harus dilaksanakan sepenuhnya. Kekhasan
kurikulum yang dilaksanakan di sekolah merupakan tambahan terhadap kurikulum
nasional sehingga tidak mengurangi porsi kurikulum nasional. Selain itu,
sekolah juga seharusnya melaksanakan kurikulum muatan lokal sebagai upaya
pelestarian dan pengembangan berbagai aspek yang menjadi ciri dan potensi
daerah tempat sekolah berada. Semua ini dikemas sehingga silabus yang
dikembangkan dan alokasi waktu yang dirumuskan benar-benar menjamin bahwa
kurikulum nasional dan muatan lokal terlaksana dengan baik.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi tertentu.
Kurikulum adalah "apa" yang harus diajarkan kepada peserta didik agar
menguasai kompetensi/kemampuan yang telah ditetapkan. Untuk meyakinkan kepada
publik bahwa sekolah melaksanakan kurikulum nasional dan muatan lokal, maka
bukti nyata berupa seperangkat dokumen kurikulum harus dimiliki oleh sekolah,
mulai dari standar kompetensi, tujuan, silabus, satuan acara pelajaran, hingga
bahan ajar yang siap untuk diajarkan kepada peserta didik. Disamping dokumen
kurikulum, sekolah harus menunjukkan kepada publik bahwa kurikulum tersebut
dilaksanakan sepenuhnya dengan alokasi waktu yang sesuai ketentuan.
Standar: Sekolah melaksanakan kurikulum nasional dan kurikulum muatan lokal
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam pelaksanaannya sekolah berpegang
pada dokumen kurikulum lengkap dan silabi yang dikembangkan mengacu kepada
dokumen kurikulum tersebut. Sekolah memiliki kalender dan jadwal yang jelas.
b. Proses Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar adalah serangkaian aktivitas yang terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Ketiga hal tersebut
merupakan rangkaian utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Perencanaan PBM. Perencanaan pembelajaran adalah penyusunan rencana tentang
materi pembelajaran, bagaimana melaksanakan pembelajaran, dan bagaimana
melakukan penilaian. Termasuk dalam perencanaan ini juga adalah memilih
media/alat pendidikan, fasilitas, waktu, tempat, harapan-harapan, dan perangkat
informasi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan proses belajar mengajar.
Jadi, esensi perencanaan pembelajaran adalah kesiapan segala hal yang
diperlukan untuk berlangsungnya pelaksanaan proses belajar mengajar.
Pelaksanaan PBM. Proses belajar mengajar adalah kejadian/peristiwa
interaksi antara pendidik dan peserta didik yang diharapkan menghasilkan
perubahan pada peserta didik, yaitu dari belum mampu menjadi mampu, dari belum
terdidik menjadi terdidik, dari belum kompeten menjadi kompeten. Inti dari
proses belajar mengajar adalah efektivitasnya. Tingkat efektivitas pembelajaran
sangat dipengaruhi oleh perilaku pendidik dan perilaku peserta didik. Perilaku
pendidik yang efektif, antara lain, mengajar dengan jelas, menggunakan variasi
metode pengajaran, menggunakan variasi media/alat peraga pendidikan,
antusiasme, memberdayakan peserta didik, menggunakan konteks/lingkungan sebagai
sarana pembelajaran, menggunakan jenis pertanyaan yang membangkitkan. Sedang
perilaku peserta didik, antara lain, motivasi/semangat belajar, keseriusan,
perhatian, kerajinan, kedisiplinan, keingintahuan, pencatatan, pertanyaan,
senang melakukan latihan soal, dan sikap belajar yang positif.
Untuk mewujudkan tingkat efektivitas yang tinggi dari perilaku pendidik dan
pesena didik, perlu dipilih strategi proses belajar mengajar yang menggunakan
realita dan jenis pengalaman. Jenis realita bisa asli atau tiruan, dan jenis
pengalaman bisa konkret atau abstrak.
Pendekatan proses belajar mengajar agar menekankan pada pembelajaran aktif (cara
belajar siswa aktif), pembelajaran reflektif, pembelajaran yang menyenangkan,
pembelajaran kooperatif/kerjasama, dan pembelajaran kontekstual.
Evaluasi PBM. Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses untuk mendapatkan
informasi tentang hasil pembelajaran. Jadi, fokus evaluasi pembelajaran adalah
pada hasil, baik hasil yang berupa proses maupun produk. Informasi hasil
pembelajaran ini kemudian dibandingkan dengan hasil pembelajaran yang telah
ditetapkan. Jika hasil nyata pembelajaran sesuai dengan hasil yang ditetapkan,
maka pembelajaran dapat dikatakan efektif. Sebaliknya, jika hasil nyata
pembelajaran tidak sesuai dengan hasil pembelajaran yang ditetapkan, maka
pembelajaran dikatakan kurang efektif. Pendidik menggunakan berbagai jenis alat evaluasi sesuai
karakteristik kompetensi yang harus dicapai oleh siswa.
Standar: Sekolah memiliki bukti bahwa guru-guru
melakukan perencanaan yang dibuktikan misalnya dengan dokumen satuan
pembelajaran. Sekolah memiliki bukti bahwa guru-guru menggunakan berbagai
variasi strategi, pendekatan, dan metode pembelajaran yang mampu memberdayakan
dan meningkatkan efektivitas pembelajaran. Sekolah memiliki bukti tingkat
efektivitas perilaku mengajar guru (kejelasan mengajar, keantusiasan mengajar,
dsb.) dan Perilaku belajar siswa (semangat, keseriusan, kerajinan, dsb.) di
kelas. Sekolah memiliki bukti-bukti penggunaan variasi alat evaluasi sesuai
dengan kompetensi yang harus dicapai oleh siswa, sekolah memiliki bukti hasil
belajar berdasarkan penggunaan variasi alat evaluasi yang dipakai, dan sekolah
memiliki bukti-bukti bahwa hasil evaluasi didokumentasikan dan digunakan untuk
perbaikan penagajaran.
2. Administrasi/Manajemen Sekolah
Standar administrasi/manajemen meliputi: (a)
perencanaan sekolah, (b) implementasi manajemen sekolah, (c) kepemimpinan
sekolah, (d) pengawasan, dan (e) ketatalaksanaan sekolah.
a. Perencanaan Sekolah
Sekolah seharusnya memiliki rencana yang akan dicapai
dalam jangka panjang (rencana strategis) yang dijadikan acuan dalam rencana
operasional. Dalam rencana ini wawasan masa depan (visi) dijadikan pemandu bagi
rumusan misi sekolah. Dengan kata lain, wawasan masa depan atau visi sekolah
adalah gambaran masa depan yang dicita-citakan oleh sekolah. Adapun misi
sekolah adalah tindakan untuk merealisasikan visi. Visi dan misi dijadikan
acuan dalam merumuskan tujuan sekolah, yang merumukan rumusan hasil yang
diharapkan oleh sekolah. Kegiatan sekolah idealnya dilakukan berdasarkan atas
tujuan sekolah yang dirumuskan secara jelas. Kriteria utama keunggulan sekolah
adalah sejauhmana warga sekolah memahami dan menyadari visi, misi dan tujuan
sekolah dan sejauhmana tujuan itu dicapai. Tujuan yang dirumuskan berdasarkan
visi dan misi sekolah ini selanjutnya dijadikan acuan dalam penyusunan rencana
operasional yang bersifat lebih rinci dan lebih operasional.
Standar: Sekolah memiliki rencana strategis dengan
rumusan visi, misi, dan tujuan yang jelas dan dipahami oleh setiap warga
sekolah, yang digunakan sebagai acuan bagi pengembangan rencana operasional dan
program sekolah. Rencana sekolah secara jelas menggambarkan tentang hasil yang
akan dicapai, terutama kompetensi lulusan, dalam jangka pendek, menengah, dan
panjang yang dipahami oleh seluruh pihak-pihak yang berkepentingan dengan
sekolah (stakeholders), baik oleh warga sekolah maupun masyarakat yang terkait
dengan sekolah.
b. Manajemen sekolah
Manajemen sekolah adalah pengelolaan sekolah yang
dilakukan dengan dan melalui sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan sekolah
secara efektif dan efisien. Dua hal yang merupakan inti dari manajemen sekolah
adalah aspek dan fungsi. Manajemen dipandang sebagai aspek meliputi kurikulum,
tenaga/sumberdaya manusia, siswa, sarana dan prasarana, dana, dan hubungan
masyarakat. Manajemen dipandang sebagai fungsi meliputi pengambilan keputusan,
pemformulasian tujuan, perencanaan, pengorganisasian, pengaturan ketenagaan,
pengkomunikasian, pelaksanaan, pengkoordinasian, supervisi, dan pengendalian.
Dengan pola pemikiran manajemen sekolah yang meliputi
aspek dan fungsi seperti tersebut diatas, maka manajemen sekolah meliputi semua
fungsi yang diterapkan pada semua aspek sekolah. Artinya, sekolah menerapkan
pengambilan keputusan, perumusan tujuan, perencanaan, pengorganisasian,
pengaturan ketenagaan, pengkomunikasian, pelaksanaan, pengkoordinasian,
supervisi, dan pengendalian pada semua aspek sekolah yang terdiri dari
kurikulum, tenaga/sumberdaya manusia, siswa, sarana dan prasarana, dana, dan
hubungan masyarakat.
Mengingat perubahan terletak pada inisiatif dan
komitmen dari para tenaga kependidikan yang bekerja di sekolah, maka manajemen
sekolah yang dimaksud adalah manajemen berpusat pada sekolah atau yang dikenal
dengan manajemen berbasis sekolah (MBS). MBS adalah suatu model manajemen yang
bertolak dari kemampuan, kesanggupan, dan kebutuhan sekolah, dan bukannya
perintah serta petunjuk dari lapisan birokrasi atasan, dengan catatan bahwa apa
yang dilakukan oleh sekolah harus tetap dalam koridor kebijakan pendidikan
nasional. Oleh karena itu, MBS membolehkan adanya keragaman dalam pengelolaan
sekolah yang didasarkan atas kekhasan dan kemandirian sekolah itu sendiri.
Dalam MBS, semua kegiatan harus dikaitkan dengan tujuan yang akan dicapai oleh
sekolah (peningkatan kualitas, produktivitas, efektivitas, efisiensi,
relevansi, dan inovasi) dan dilakukan menurut prinsip-prinsip MBS yang antara
lain meliputi kemandirian, kemitraan/partisipasi, semangat kebersamaan,
tanggungjawab, transparansi/keterbukaan, keluwesan/ fleksibilitas,
akuntabilitas, dan keberlanjutan. Mengingat MBS berprinsip pada partisipasi
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, maka pelibatan masyarakat melalui
wadah yang disebut Komite Sekolah merupakan upaya yang harus dilakukan oleh
sekolah. Tingkat partisipasi masyarakat dapat dilihat dari besar kecilnya
dukungan mereka terhadap sekolah, baik berupa finansial, moral, jasa
(pemikiran, keterampilan), dan barang/benda. Mengingat uniknya prinsip-prinsip
MBS tersebut, maka diperlukan seorang kepala sekolah yang memiliki sifat-sifat
sebagai manajer profesional.
Standar: Manajemen sekolah dilaksanakan menurut aspek
dan fungsi manajemen secara utuh. Aspek-aspek manajemen sekolah yang dimaksud
meliputi kurikulum, tenaga/sumberdaya manusia, siswa, sarana dan prasarana,
dana, dan hubungan masyarakat. Ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa sekolah
menerapkan manajemen berbasis sekolah yang dibuktikan oleh penerapan
prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah yaitu kemandirian,
kemitraan/partisipasi, semangat kebersamaan, tanggungjawab, transparansi/
keterbukaan, keluwesan/fleksibilitas, akuntabilitas, dan sustabilitas.
c. Kepemimpinan
Jika manajemen memfokuskan diri pada sekolah sebagai
wadah/sistem, kepemimpinan menekankan pada orang sebagai jiwanya. Keduanya,
manajemen dan kepemimpinan, diperlukan. Tugas dan fungsi manajer adalah
mengelola para pelaksananya dengan sejumlah input manajemen seperti misalnya
tugas & fungsi, kebijakan, rencana, program, aturan main, dan pengendalian
agar sekolah sebagai wadah/sistem mampu berkembang. Sedang tugas dan fungsi
pemimpin adalah memimpin warga sekolah agar posisi mereka sebagai jiwa/nyawa
sekolah benar-benar sehat, cerdas, dan dinamis. Jadi, manajemen berurusan
dengan sistem/wadah dan kepemimpinan berurusan dengan orang.
Berpangkal dari tugas dan fungsi pemimpin sekolah,
maka kepemimpinan sekolah dapat didefinisikan sebagai berikut. Kepemimpinan
sekolah adalah kapasitas pemimpin sekolah dalam memahami dan mengembangkan
dirinya, menciptakan dan mengartikulasikan (visi, misi, tujuan, sasaran, dan
strategi sekolah), meyakini bahwa sekolah adalah tempat untuk belajar,
mempengaruhi, memberdayakan, memobilisasi, membimbing, membentuk kultur,
memberi contoh, menjaga integritas, berani mengambil resiko sebagai pionir
dalam pembaruan (kemauan untuk mengetahui yang belum diketahui, melakukan
inovasi dan eksperimentasi agar menemukan cara-cara baru untuk mengerjakan
sesuatu), memotivasi, mendudukkan sumberdaya manusia lebih tinggi dari pada
sumberdaya-sumberdaya selebihnya (uang, peralatan, perlengkapan, bahan,
perbekalan, dsb.), menghargai orang lain atas kontribusinya, dan bertindak
secara proaktif dalam kerangka untuk mencapai tujuan sekolah secara optimal.
Standar: Pimpinan sekolah menerapkan pola kepemimpinan
yang bisa diterima oleh seluruh warga sekolah. Pengambilan keputusan diambil
secara partisipatif. Pimpinan sekolah bersifat terbuka dan melakukan melakukan
pendelegasian tugas dengan baik. Guru-guru berkesempatan untuk mengembangkan
karir, kepemimpinan bersifat visioner/transformatif.
d. Pengawasan
Pengawasan merupakan salah satu fungsi penting dalam
manajemen sekolah. Dalam pelaksanaan pengawasan ini terkandung pula fungsi
pemantauan yang diarahkan untuk melihat apakah semua kegiatan berjalan lancar
dan semua sumber daya dimanfaatkan secara optimal, efektif dan efisien.
Pengawasan dan monitoring dilakukan secara berkala dan tepat sasaran sehingga
hasilnya dapat digunakan untuk melakukan perbaikan.
Standar: Ada bukti-bukti yang menujukkan bahwa sekolah
melaksanakan fungsi pemantauan dan pengawasan secara berkala termasuk pada
kegiatan PBM di kelasyang hasilnya digunakan untuk perbaikan.
e. Ketatalaksanaan sekolah
Penyelenggaraan sekolah akan berjalan lancar jika
didukung oleh adminsitrasi/ketatalaksanaan yang efisien dan efektif.
Sebaliknya, sekolah yang administrasinya kurang efisien dan kurang efektif akan
menghambat penyelenggaraan upaya sekolah. Secara umum, administrasi sekolah
dapat diartikan sebagai upaya pengaturan dan pendayagunaan seluruh sumberdaya
sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan di
sekolah secara optimal. Adapun sumberdaya sekolah yang dimaksud adalah
sumberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya (uang, peralatan, perlengkapan,
bahan, dsb.), dengan catatan bahwa sumberdaya selebihnya tidak ada artinya
apapun tanpa campur tangan jasa manusia.
Menurut lingkupnya, administrasi sekolah meliputi
administrasi hasil belajar, proses belajar mengajar, kurikulum, ketenagaan,
kesiswaan, sarana dan prasarana, keuangan, dan hubungan sekolah-masyarakat.
Secara rinci dan jelas, sekolah harus mengadministrasi semua kegiatan pada
masing-masing lingkup administrasi tersebut.
Standar: Sekolah memiliki administrasi/ketatalaksanaan
sekolah yang rapi, efisien dan efektif pada lingkup proses belajar mengajar,
kurikulum, ketenagaan/kepegawaian, kesiswaan, sarana dan prasarana
(perpustakaan, peralatan, perlengkapan, bahan, tata persuratan dan kearsipan,
dsb.), keuangan, dan hubungan sekolah-masyarakat. Sekolah memiliki arsip
informasi dan data yang mudah diakses sewaktu-waktu oleh warga sekolah maupun
pihak lain yang memerlukan sesuai dengan aturan yang berlaku.
3. Organisasi/Kelembagaan
Standar organisasi/kelembagaan mencakup dua hal utama,
yaitu organisasi dan regulasi sekolah,
a. Organisasi
Program sekolah akan berjalan lancar, terorganisir,
tersatukan, dan terkoordinir secara kdnsisten jika didukung oleh organisasi
sekolah yang cepat tanggap terhadap kebutuhan sekolah. Oleh karena itu, sekolah
perlu diorganisasikan secara tersistem sehingga memiliki struktur hirarkis yang
terkoordinir secara rapi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bersumber
pada pengertian tersebut, maka sekolah dapat dianggap sebagai organisasi yang
memiliki karakteristik sebagai berikut, yaitu adanya: (1) filosofi dan tujuan
bersama, (2) struktur organisasi yang disertai pembagian kerja (tugas dan
fungsi) yang jelas dan menempatkan orang yang memiliki kemampuan dan kesanggupan
di bidang kerjanya, (3) hirarki otoritas yang memberikan rantai komando, (4)
kewenangan yang disertai tanggungjawab, (5) koordinasi upaya yang dilakukan
secara sadar, (6) aturan, prosedur, dan mekanisme kerja yang konsisten untuk
menjamin standar kinerja, kepastian, keadilan, dan (7) hubungan struktural dan
fungsional yang diatur secara hirarkis.
Pengorganisasian sekolah yang dilakukan secara cermat,
yang ditampilkan dalam bentuk struktur organisasi, akan mampu meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumberdaya manusia di sekolah. Selain
itu, dengan adanya kejelasan siapa mengerjakan apa dan siapa melapor kepada
siapa, struktur organisasi sekolah yang baik akan mampu menerjemahkan strategi
kedalam pelaksanaan operasional yang produktif.
Struktur organisasi yang baik akan mampu menampilkan
setidaknya tiga hal: (1) mengurangi ketidakpastian internal dan ekstemal
sekolah; (2) memampukan sekolah untuk melakukan jenis-jenis kegiatan/aktivitas
melalui carcara seperti misalnya spesialisasi, pembagian kerja, dan
pendelegasian kewenangan; dan (3) bisa menjaga semua kegiatan sekolah tetap
terkoordinasi untuk mencapai tujuan, dan tetap memiliki fokus meskipun
dihadapkan pada keanekaragaman situasi.
Standar: Sekolah memiliki struktur organisasi yang
dapat menjamin: (1) kelancaran program sekolah, (2) kegiatan sekolah yang
terorganisir, tersatukan, dan terkoordinir secara konsisten, (3) kepastian,
keadilan, dan kemanfaatan bagi warganya, dan (4) akuntabilitas internal dan
ekstemal. Secara eksplisit dan jelas, struktur organisasi sekolah memiliki
hirarki kewenangan/otoritas, tanggungjawab, rantai komando, pembagian tugas dan
fungsi yang jelas, aturan, prosedur kerja, mekanisme kerja, upaya yang
terkoordinir, hubungan interaktif, dan alur akuntabilitas yang dapat
dipertanggungjawabkan.
b. Regulasi Sekolah
Sekolah merupakan satuan dan jenis lembaga pendidikan
yang secara legal diakui oleh publik. Sebagai lembaga legal yang diakui oleh
publik, sekolah harus memiliki sejumlah dokumen legal dan
persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh sekolah yang bersangkutan.
Dokumen-dokumen legal dan persyaratan-persyaratan yang dimaksud diperoleh dari
pemerintah daerah, antara lain SK pendirian sekolah, status sekolah, dan
dokumen-dokumen terkait lainnya. Untuk memperoleh dokumen-dokumen legal yang
dimaksud, tentunya sekolah harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang
diperlukan.
Sekolah memerlukan lingkungan belajar yang aman,
tertib, teratur, dan nyaman sehingga proses belajar dapat berlangsung secara
efektif. Untuk mencapai hal itu, sekolah harus diatur dan dioperasikan
berdasarkan ketentuan-ketentuan (regulasi sekolah) yang mampu menjamin
ketertiban, keadilan, dan kepastian. Regulasi sekolah memiliki dua sifat,
yaitu yuridis dan normartif. Regulasi sekolah yang bersifat yuridis diwujudkan
dalam bentuk ketentuan-ketentuan (peraturan-peraturan) sekolah yang bersumber
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kualifikasi, spesifikasi,
prosedur kerja, manual kerja, dan ketentuan-ketentuan yuridis sekolah adalah
contoh regulasi sekolah. Sedang regulasi sekolah yang bersifat normatif
diwujudkan dalam bentuk pedoman tatakrama dan tata tertib sekolah. Pelanggar
regulasi harus dikenai sanksi yang diatur oleh sekolah dan sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
Standar: Sekolah memiliki bukti dokumen-dokumen resmi
sebagai lembaga legal untuk menyelenggarakan pendidikan. Sekolah memiliki dan
menerapkan regulasi sekolah seperti tata tertib dan tata krama, baik yang
bersifat yuridis maupun yang bersifat normatif. Penegakan regulasi sekolah
diterapkan secara adil dan teratur terhadap semua warga sekolah. Pelanggar
regulasi harus dikenai sanksi sesuai dengan aturan yang dibuat oleh sekolah dan
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
4. Sarana dan Prasarana
Sekolah berkewajiban menyediakan sarana dan prasarana
yang diperlukan untuk menyelenggarakan program pendidikan. Penyediaan sarana
dan prasarana yang memenuhi tuntutan pedagogik diperlukan untuk menjamin
terselenggaranya proses pendidikan yang bermakna, menyenangkan, dan
memberdayakan sesuai karakteristik mata pelajaran dan tuntutan pertumbuhan dan
perkembangan psikomotor, kognitif, dan afektif peserta didik. Sarana dan
prasarana yang dimaksud meliputi gedung, ruang kelas, laboratorium,
perpustakaan, pusat sumber pembelajaran, ruang praktek, media pembelajaran,
bahan/material, sarana pendidikan jasmani dan olahraga, tempat beribadah,
tempat bermain, tempat berkreasi dan rekreasi, fasilitas kesehatan dan
keselamatan bagi peserta didik dan penyelenggara pendidikan, dan sarana serta
prasarana lain sesuai tuntutan program-program pendidikan yang diselenggarakan
oleh sekolah.
Ketersediaan, kesiapan, dan penggunaan sarana dan
prasarana merupakan hal esensial bagi penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Hal esensial lain adalah pengembangan keterampilan yang diperlukan untuk
menggunakan/ mengoperasikan sarana dan prasarana. Disamping itu, secara
periodik, sarana dan prasarana sekolah perlu dievaluasi secara sistematis
sesuai dengan tuntutan kurikulum, guru, dan peserta didik. Pengadaan sarana dan
prasarana sekolah sesuai dengan prinsip kecukupan, relevansi, dan kualitas
serta berpegang pada esensi manajemen berbasis sekolah.
Standar: Sekolah menyediakan sarana dan prasarana yang
memenuhi tujuan sekolah dan tuntutan pedagogik yang diperlukan untuk menjamin
terselenggaranya proses pendidikan yang bermakna, menyenangkan, dan
memberdayakan sesuai tuntutan karakteristik mata pelajaran, pertumbuhan dan
perkembangan psikomotor, kognitif, dan afektif peserta didik. Sarana dan
prasarana yang dimaksud meliputi gedung, ruang kelas, laboratorium,
perpustakaan, pusat sumber pembelajaran, ruang praktek, media pembelajaran,
bahan/material, sarana pendidikan jasmani dan olah raga, tempat beribadah,
tempat bermain, tempat berkreasi dan rekreasi, fasilitas kesehatan dan
keselamatan bagi peserta didik dan penyelenggara pendidikan, dan sarana serta
prasarana lain sesuai tuntutan masing-masing mata pelajaran. Sekolah menjamin
ketersediaan, kesiapan, dan penggunaan sarana dan prasarana mutakhir, serta
cara-cara menggunakannya.
5. Ketenagaan
Ketenagaan sekolah meliputi tenaga pendidik dan tenaga
penunjang.
a. Tenaga Pendidik
Tenaga kependidikan sekolah adalah mereka yang
berkualiflkasi sebagai pendidik, pengelola, dan tenaga penunjang pendidikan.
Pendidik bertugas merencanakan, melaksanakan, dan menilai serta mengembangkan
proses pembelajaran. Pengelola sekolah bertugas mengelola dan memimpin tenaga
pendidik dan tenaga penunjang di sekolah. Tenaga penunjang sekolah adalah
mereka yang bertugas mendukung penyelenggaraan proses pembelajaran di sekolah.
Tenaga kependidikan meliputi guru, konselor, kepala
sekolah dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya. Secara umum, tenaga
kependidikan sekolah bertugas melaksanakan perencanaan, pembelajaran,
pembimbingan, pelatihan, pengelolaan, penilaian, pengawasan, pelayanan teknis
dan kepustakaan, penelitian dan pengembangan hal-hal praktis yang diperlukan
untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran. Tenaga kependidikan merupakan jiwa
sekolah dan sekolah hanyalah merupakan wadahnya. Karena itu, tenaga kependidikan
merupakan kunci bagi suksesnya pengembangan sekolah.
Mengingat pentingnya peran tenaga kependidikan bagi
pengembangan sekolah, maka sekolah harus: (1) memiliki tenaga kependidikan yang
cukup/memadai jumlahnya; (2) memiliki kualifikasi dan kemampuan yang memadai
sesuai dengan tingkat pendidikan yang ditugaskan; (3) memiliki tingkat
kesesuaian yang tinggi, dalam arti kemampuan yang dimiliki oleh tenaga
kependidikan sesuai dengan bidang kerja yang ditugaskan; dan (4) memiliki
kesanggupan kerja yang tinggi.
Setiap tenaga kependidikan berkewajiban: (1) menjaga
nama baik pribadi lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan
yang diberikan kepadanya; (2) melaksanakan tugas kependidikan yang menjadi
tanggungjawabnya; dan (3) meningkatkan kemampuan profesional yang meliputi
kemampuan intelektual, integritas kepribadian dan interaksi sosial baik di
lingkungan kerja maupun di masyarakat. Berkaitan dengan butir terakhir ini,
sekolah harus memberikan kondisi dan layanan bagi pengernbangan tenaga kependidikan.
Sebagai konsekwensi dari kewajiban yang dipikul, maka tenaga kependidikan
berhak memperoleh perlindungan hukum, pembinaan karir, penghasilan yang layak,
penghargaan yang sesuai, dan kesempatan untuk menggunakan sumberdaya sekolah
untuk menunjang kelancaran tugasnya.
Standar: Sekolah memiliki tenaga kependidikan yang
jumlahnya cukup/memadai yang ditunjukkan oleh kelayakan rasio guru-siswa
(khusus pendidik). Kualifikasi minimum untuk pendidik pada tingkat pendidikan
prasekolah adalah lulusan D2 dan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah
adalah lulusan sarjana kependidikan atau lulusan sarjana non-kependidikan
ditambah sertifikat akta mengajar dari perguruan tinggi yang terakreditasi.
Pendidik pada pendidikan menengah kejuruan harus memiliki pengalaman industri
selama dua tahun. Sekolah memiliki pendidik yang spesialisasinya relevan dengan
matapelajaran yang diajarkan. Sekolah memberi kondisi dan layanan esensial bagi
pengembangan tenaga kependidikan dan bagi peningkatan kinerja mereka. Sekolah memiliki kepala sekolah yang kompeten/tangguh di bidang manajemen,
kepemimpinan, humanisms, sosial, dan teknis.
b. Tenaga Penunjang
Sekolah selain memerlukan tenaga pendidik juga memerlukan tenaga penunjang,
yang meliputi tenaga administratif, laboran, dan pustakawan yang kompeten.
Tenaga penunjang yang dimiliki sekolah seharusnya memiliki kualifikasi yang
sesuai atau sekurang-kurangnya pernah mengikuti pelatihan dalam bidang-bidang
terkait. Dalam melaksanakan tugasnya tenaga penunjang harus bisa bekerjasama
dengan tenaga pendidik, terutama dalam memberikan pelayanan kepada peserta
didik. Jumlah tenaga penunjang yang tersedia disekolah memungkinkan mereka
untuk bekerja secara efektif sehingga dalam menjalankan misi sekolah dapat
lebih efektif. Terhadap tenaga penujuang ini sekolah melaksanakan pembinaan
karir dengan baik.
Standar: Sekolah memiliki tenaga penunjang yang kompeten untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Sekolah menilai kinerja tenaga penujang
yang unsur-unsurnya harus terkait dengan tugas pokok dan fungsinya.
6. Pembiayaan/Pendanaan
Sekolah menyediakan dana yang cukup dan berkelanjutan untuk
menyelenggarakan pendidikan di sekolah. Artinya, sekolah harus menyediakan dana
pendidikan secara terus menerus sesuai dengan kebutuhan sekolah. Untuk itu,
sekolah berkewajiban menghimpun, mengelola, dan mengalokasikan dana untuk
mencapai tujuan sekolah. Dalam mengimpun dana, sekolah perlu memperhatikan
semua potensi sumberdana yang ada seperti misalnya subsidi pemerintah,
sumbangan masyarakat/orangtua siswa, hibah, dan sumbangan perusahaan.
Pengelolaan dana pendidikan di sekolah harus dilakukan secara transparan,
efisien, dan akuntabel sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah. Dana
pendidikan di sekolah dialokasikan berdasarkan prinsip keadilan
(equity/fairness) dan pemerataan (equality) yaitu tidak diskriminatif terhadap
anggaran biaya yang diperlukan untuk masing-masing kegiatan sekolah.
Standar: Sekolah menyediakan dana pendidikan yang cukup dan berkelanjutan
untuk menyelenggarakan pendidikan di sekolah. Sekolah menghimpun dana dari
potensi sumber dana yang bervariasi. Sekolah mengelola dana pendidikan secara
transparan, efisien, dan akuntabel sesuai dengan prinsip manajemen berbasis
sekolah. Dalam mengalokasikan dana pendidikan, sekolah berpegang pada prinsip
keadilan dan pemerataan. Pengelolaan dana sekolah dilaksanakan secara
transparan dan akuntabel.
7. Peserta Didik
Standar peserta didik mencakup: (a) penerimaan siswa baru dan
pengembangan/pembinaan siswa dan (b) keluaran (output dan outcome).
a. Penerimaan Siswa Baru dan Pengembangan Siswa
Peserta didik adalah warga masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi
dirinya melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan. Dalam lingkup sekolah, peserta didik adalah siswa. Siswa
merupakan salah satu input yang sangat determinan bagi berlangsungnya proses
pembelajaran. Kesadaran akan hal perlu karena prestasi belajar siswa pada
dasarnya merupakan upaya kolektif antara siswa dan guru.
Pada tataran input, setidaknya ada enam hal yang harus diperhatikan oleh
sekolah yaitu seleksi siswa baru, penyiapan belajar siswa, pembinaan/
pengembangan, pembimbingan, pemberian kesempatan, dan evaluasi hasil belajar
siswa. Seleksi siswa dimaksudkan untuk mendapatkan calon siswa baru yang
memenuhi persyaratan baik akademis maupun non akademis yang diperlukan untuk
sukses belajar. Penyiapan belajar siswa, baik mental maupun pisik, merupakan
salah satu faktor dominan yang sangat berpengaruh pada kualitas proses
pembelajaran. Makin tinggi tingkat kesiapan siswa, makin tinggi pula kualitas
pembelajaran. Pembinaan dan pengembangan siswa, seperti misalnya, intelektual,
spiritual, emosi, dan rasa merupakan tugas penting sekolah. Pemberian
kesempatan kepada siswa dalam berbagai upaya sekolah seperti misalnya
pengembangan kepemimpinan siswa, pengembangan kurikulum, pengambilan keputusan,
dan perencanaan rekreasi, adalah merupakan contoh pemberian kesempatan kepada
siswa. Yang tidak kalah penting dalam kaitannya dengan peserta didik adalah
evaluasi belajar siswa. Evaluasi hasil belajar siswa sangat diperlukan untuk
mendapatkan informasi mengenai tingkat keberhasilan siswa. Tanpa evaluasi,
sulit untuk menyatakann tingkat kemajuan prestasi belajar siswa.
Standar: Penerimaan siswa baru didasarkan atas kriteria yang jelas,
transparan dan dipublikasikan. Siswa memiliki tingkat kesiapan belajar yang
memadai, baik mental maupun fisik. Sekolah memiliki program yang jelas tentang
pembinaan, pengembangan, dan pembimbingan siswa. Sekolah memberi kesempatan
yang luas kepada siswa untuk berperanserta dalam penyelenggaraan program
sekolah. Sekolah melakukan evaluasi belajar yang memenuhi persyaratan evaluasi.
b. Keluaran
Keluaran sekolah mencakup output dan outcome. Output sekolah adalah hasil
belajar yang merefleksikan seberapa baik peserta didik mampu mengikuti proses
pembelajaran. Idealnya, hasil belajar harus mengekspresikan tiga unsur
kemampuan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Pertama, kemampuan kognitif
tidaklah semata-mata mengukur prestasi belajar berupa NUAN saja, akan tetapi
harus juga mengukur kemampuan berpikir ganda, seperti misalnya berpikir
deduktif, induktif, ilmiah, kritis, kreatif, nalar, eksploratif, diskoveri,
lateral, dan berpikir sistem. Kedua, hasil belajar harus juga mengukur
kemampuan afektif, yang pada dasarnya adalah mengukur kualitas
batiniyah/karakter manusia, seperti misalnya iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, kasih sayang, kejujuran, kesopanan, toleransi, tanggungjawab,
keberanian moral, komitmen, disiplin diri, dan estetika. Ketiga, hasil belajar
harus juga mengukur psikomotor, yang meliputi keterampilan olahraga (atletik,
sepakbola, badminton, dsb.), kesehatan (daya tahan, bebas penyakit), dan
kesenian (musik, visual, teater, dan kriya). Oleh karena itu, tidaklah cukup
jika hasil belajar hanya diukur dengan hasil tes berupa NUAN.
Mengingat hasil belajar merupakan peleburan ketiga unsur kemampuan tersebut
yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor, maka hasil belajar dapat dikelompokkan
kembali menjadi prestasi akademik, prestasi non-akademik, angka mengulang, dan
angka putus sekolah. Prestasi akademik meliputi, misalnya, NEM, cara berpikir,
lomba karya ilmiah remaja, lomba Fisika, Matematika, dan Bahasa Inggris.
Prestasi non-akademik meliputi, antara lain, karakter/kualitas pribadi,
prestasi olah raga, prestasi kesenian, dan prestasi kepramukaan.
Berpangkal pada pengelompokan hasil belajar tersebut, maka model penilaian
yang digunakan tidak lagi semata-mata tes tertulis (kertas dan pensil), akan
tetapi menggunakan model evaluasi terpadu, yang terdiri dari tes tertulis, tes
kinerja, tugas-tugas, portofolio, dan proyek-proyek akademis/non-akademis yang
dilakukan secara kerja kelompok. Model evaluasi seperti ini akan lebih valid,
reliabel, obyektif, dan otentik untuk mengukur hasil belajar peserta didik.
Outcome adalah dampak jangka panjang dari output/hasil belajar, baik dampak
bagi tamatan maupun bagi masyarakat. Idealnya, hasil belajar selalu terkait
erat dengan outcome. Artinya, jika hasil belajar bagus, dampaknya juga akan
bagus. Dalam kenyataan tidak selalu demikian karena outcome dipengaruhi oleh
banyak faktor diluar hasil belajar. Outcome memiliki dua dimensi, yaitu: (1)
kesempatan pendidikan dan kesempatan kerja, dan (2) pengembangan diri alumni.
Sekolah yang baik memberikan banyak kesempatan/akses kepada alumninya untuk
meneruskan pendidikan berikutnya dan kesempatan/akses untuk memilih pekerjaan.
Sekolah yang baik juga membekali kecakapan alumninya untuk mengembangkan diri
dalam kehidupan. Pengembangan diri yang dimaksud adalah pertumbuhan
intelektualitas yang dihasilkan dari proses pembelajaran di sekolah.
Pada dasarnya, sekolah yang baik memiliki kepedulian terhadap nasib
alumninya. Kepedulian tersebut diwujudkan dalam bentuk studi penelusuran, yang
esensinya adalah pelacakan terhadap alumninya. Studi penelusuran ini memiliki
manfaat ganda yaitu, selain peduli terhadap alumninya, juga untuk mencari umpan
balik bagi perbaikan program-program di sekolahnya sehingga mutu, relevansi,
dan akses dapat ditingkatkan. Inilah fokus pendidikan yang sesungguhnya harus
diperhatikan oleh sekolah.
Standar: Sekolah menghasilkan output/hasil belajar yang memadai dalam
prestasi akademik dan prestasi non-akademik (olah raga, kesenian, keagamaan,
keterampilan kejuruan, dsb.). Sekolah menggunakan alat evaluasi yang relevan
untuk mengukur hasil belajar ganda (prestasi akademik dan prestasi
non-akademik), yang dibuktikan oleh tingkat validitas, reliabilitas,
obyektivitas, dan otentisitas yang tinggi. Angka mengulang kelas dan angka
putus sekolah relatif kecil. Selain itu, sekolah melakukan studi penelusuran
alumni secara berkala untuk mengetahui status mereka, baik kesempatan
melanjutkan pendidikan, kesempatan kerja, dan pengembangan diri alumni. Hasil
studi penelusuran digunakan untuk memperbaiki program-program sekolah dan
didokumentasikan secara rapi agar mudah diakses oleh siapapun yang membutuhkan.
8. Peranserta Masyarakat
Idealnya, pendidikan mengajarkan siswa tentang kecakapan yang diperlukan
untuk menjalani hidup dan kehidupan di masyarakat tingkat lokal, nasional,
internasional. Oleh karena itu, apa yang dididikkan di sekolah idealnya harus
relevan dengan tuntutan-tuntutan nilai luhur dan harapan-harapan masyarakat.
Lebih dari itu, pendidikan juga harus mampu mengubah masyarakat di sekitarnya.
Jadi, hubungan simbiosis antara sekolah-masyarakat merupakan keniscayaan.
Disamping itu, sekolah akan tumbuh subur jika mendapatkan dukungan dari
masyarakat sekitarnya. Dukungan-dukungan dari masyarakat, baik berupa
finansial, moral, informasi, jasa (pemikiran, ide-ide, idealisme,
keterampilan), maupun berupa barang, sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup
dan perkembangan sekolah.
Selanjutnya, konsekwensi logis dari otonomi pendidikan sangat jelas, yaitu
pendidikan tidak lagi semata-mata merupakan kewenangan dan tanggungjawab
pemerintah, tetapi masyarakat juga harus berperanserta secara aktif dalam
penyelenggaraan pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan tidak lagi semata-mata
dimonopoli dan berbasis pemerintah (swadaya pemerintah), akan tetapi juga
berbasis masyarakat. Bahkan ada kecenderungan bahwa pendidikan masa depan
adalah pendidikan berbasis masyarakat. Pada dasarnya, pendidikan berbasis
masyarakat adalah pendidikan yang diarahkan, dimiliki, dan didukung oleh
masyarakat sekitar yang dilayani oleh institusi pendidikan (sekolah). Jadi,
masyarakat memiliki peran penting dalam penyelenggaraan pendidikan, baik
sebagai mitra sekolah, sebagai penasehat, sebagai pendukung, dan sebagai
pengontrol pendidikan di sekolah. Jika demikian, maka sekolah akan dipandang
sebagai sekolah masyarakat dan bukannya sebagai sekolah pemerintah yang berada
di masyarakat. Masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok yang memiliki
identitas dan kepentingan berbeda-beda, misalnya kelompok-kelompok: orangtua
siswa, organisasi profesi, organisasi buruh, organisai pengusaha, akademisi,
praktisi, tokoh masyarakat, dokter, petani, yayasan, dan sebagainya. Dengan
demikian, hubungan sekolah-masyarakat bukan lagi sekadar penting, tetapi sudah
merupakan keharusan.
Dalam kerangka itulah, Pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional
telah menetapkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044 Tahun 2002
tentang Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Esensi kelembagaan ini
adalah bahwa masyarakat memiliki peran sebagai pemberi pertimbangan (advisor),
pendukung (supporter), penghubung (mediator), dan pengontrol (controller). Oleh
karena itu, lembaga ini harus diberdayakan.
Standar: Peranserta masyarakat meliputi partisipasi warga sekolah dan
masyarakat. Hubungan antara sekolah-masyarakat, baik menyangkut substansi maupun
strategi pelaksanaanya, ditulis dan dipublikasikan secara eksplisit dan jelas.
Sekolah melibatkan dan memberdayakan masyarakat dalam pendidikan di sekolah
melalui strategi-strategi sebagai berikut: (1) memberdayakan melalui berbagai
media komunikasi (media tertulis, pertemuan, kontak langsung secara individual,
dsb.); (2) menciptakan dan melaksanakan visi, misi, tujuan, kebijakan, rencana,
program, dan pengambilan keputusan bersama; (3) mengupayakan jaminan komitmen
sekolah masyarakat melalui kontrak sosial; dan (3) mengembangkan model-model
partisipasi masyarakat sesuai tingkat kemajuan masyarakat.
9. Lingkungan/Kultur Sekolah
Standar lingkungan/kultur sekolah mencakup dua hal utama, yaitu konteks
sekolah dan kultur sekolah.
a. Konteks Sekolah
Sekolah berada dalam lingkungan/konteks yang dinamis. Konteks adalah
eksternalitas sekolah yang berpengaruh terhadap penyelenggaraan sekolah dan
karenanya harus diinternalisasikan ke dalam penyelenggaraan sekolah. Sekolah
yang mampu menginternalisasikan konteks ke dalam penyelenggaraan sekolah akan
membuat sekolah sebagai bagian dari konteks dan bukannya terisolasi darinya.
Konteks yang umumnya terdiri dari: tuntutan pengembangan diri dan peluang masa
depan tamatan, dukungan pemerintah dan masyarakat terhadap pendidikan,
kebijakan pendidikan, landasan hukum, kemajuan ipteks, nilai dan harapan
masyarakat terhadap pendidikan, tuntutan otonomi, dan tuntutan globalisasi,
harus diinternalisasikan ke dalam penyelenggaraan sekolah.
Standar: Sekolah bersikap responsif, tanggap, dan peka terhadap dinamika
konteks dan secara jelas menginternalisasikannya ke dalam rumusan visi, misi,
tujuan, sasaran, dan strategi pengembangan sekolah.
b. Kultur Sekolah
Kultur/budaya sekolah adalah karakter atau pandangan hidup (a way of life)
sekolah yang merefleksikan keyakinan, nilai, norma, simbol, dan
tradisi/kebiasaan yang telah dibentuk dan disepakati bersama oleh warga
sekolah. Budaya sekolah merupakan peleburan unsur-unsur aset kualitas batiniyah
(akal, emosi, rasa, spirit) yang kemudian diekspresikan dalam bentuk sikap dan
perbuatan lahiriyah. Hasil-hasil penelitian menyimpulkan bahwa budaya sekolah
sangat berpengaruh terhadap efektivitas sekolah. Artinya, makin kondusif budaya
sekolah, makin efektif sekolahnya.
Kultur sekolah yang perlu ditumbuhkan dan dikembangkan untuk meningkatkan
efektivitas sekolah antara lain: berpusat pada pengembangan peserta didik,
lingkungan belajar yang kondusif, penekanan pada pembelajaran, profesionalisme,
harapan tinggi, keunggulan, respek terhadap setiap individu warga sekolah,
keadilan, kepastian, budaya korporasi atau kebiasaan bekerja secara
kolaboratif/kolektif, kebiasaan menjadi masyarakat belajar, wawasan masa depan
(visi) yang sama, perencanaan bersama, kolegialitas, tenaga kependidikan
sebagai pebelajar, budaya masyarakat belajar, pemberdayaan bersama, dan
kepemimpinan transformatif dan partisipatif.
Standar: Sekolah menumbuhkan dan mengembangkan budaya/kultur yang kondusif
bagi peningkatan efektivitas proses pendidikan di sekolah pada umumnya dan
efektivitas pembelajaran pada khususnya, yang dibuktikan oleh penerapan setiap
sub budaya sekolah sebagaimana ditulis pada mukadimah.
B. Kerangka Instrumen Akreditasi Sekolah
Instrumen akreditasi disusun berdasarkan standar akreditasi sekolah yang
telah ditetapkan. Artinya, penyusunan instrumen akreditasi sekolah harus
bersumber pada standar akreditasi sekolah. Standar akreditasi sekolah yang
dimaksud meliputi rumusan standar dan mukadimahnya dari setiap standar yang
ditulis. Secara umum, kerangka instrumen akreditasi sekolah dikelompokkan ke
dalam dimensi sebagai berikut.
1. Kurikulum/proses belajar mengajar
2. Administrasi/manajemen sekolah
3. Organisasi/kelembagaan sekolah
4. Sarana dan prasarana
5. Ketenagaan
6. Pembiayaan
7. Peserta didik/siswa
8. Peranserta masyarakat
9. Lingkungan/kultur sekolah
Masing-masing dimensi sekolah tersebut kemudian dibuat aspek, indikator,
dan deskriptornya secara rinci sebagai kerangka dalam penyusunan instrumen
akreditasi sekolah.
C. Penentuan Peringkat Akreditasi Sekolah
Hasil akreditasi sekolah dinyatakan dalam peringkat akreditasi sekolah.
Peringkat akreditasi sekolah terdiri atas tiga klasifikasi sebagai berikut:
a. A (AmatBaik)
b. B (Baik)
c. C (Cukup)
Bagi sekolah yang hasil
akreditasinya kurang dari C, dinyatakan tidak terakreditasi.
Selanjutnya, beberapa
ketentuan berikut perlu diperhatikan oleh sekolah:
1. Peringkat akreditasi sekolah berlaku selama 4 (empat) tahun terhitung
sejak ditetapkan peringkat akreditasinya.
2. Sekolah diwajibkan mengajukan permohonan akreditasi ulang, sebelum 6
(enam) bulan masa berlakunya peringkat akreditasi berakhir.
3. Sekolah yang menghendaki untuk diakreditasi ulang dapat mengajukan
permohonan sekurang-kurangnya setelah 1 (satu) tahun terhitung sejak
ditetapkannya peringkat akreditasi.
4. Sekolah yang peringkat akreditasinya berakhir masa berlakunya dan telah
mengajukan akreditasi ulang tetapi belum dilakukan akreditasi oleh BAS
Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya, maka sekolah yang
bersangkutan masih tetap menggunakan peringkat akreditasi terdahulu.
5. Sekolah yang peringkat akreditasinya telah berakhir masa berlakunya dan
menolak untuk diakreditasi ulang oleh BAS Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai dengan
kewenangannya, maka peringkat akreditasi sekolah yang bersangkutan dinyatakan
tidak berlaku.
D. Siklus Akreditasi Sekolah
Secara umum, siklus akreditasi sekolah adalah sebagai berikut.
Pertama, Sekolah mengajukan
permohonan untuk diakreditasi kepada BAS yang bersangkutan. Menindaklanjuti
permohonan tersebut, BAS Propinsi mengirim instrumen evaluasi diri.
Kedua, sekolah melakukan evaluasi
diri. Petunjuk Teknis Evaluasi Diri
diperoleh dari BAS Propinsi (untuk TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMLB) dan BAS
Kabupaten/Kota (untuk TK, SD, dan SMP). Evaluasi diri dilakukan oleh sekolah
untuk mengetahui profil sekolah yang sebenarnya dengan menggunakan rambu-rambu
atau Petunjuk Teknis Evaluasi Diri yang disusun oleh BAS Nasional. Evaluasi
diri dilakukan oleh sekolah sendiri. Mengingat hasil evaluasi diri harus
menggambarkan profil sekolah yang sebenarnya, proses evaluasi diri harus
dilakukan menurut prinsip-prinsip dasar seperti yang berlaku pada
prinsip-prinsip dasar akreditasi sekolah. Hasil evaluasi diri juga harus
menggambarkan kenyataan yang ada di sekolah.
Ketiga, berdasarkan hasil evaluasi
diri, sekolah melakukan perbaikan sendiri secara internal. Perbaikan dilakukan
atas dasar hasil evaluasi diri yang dilakukan terhadap keseluruhan komponen
sekolah. Tegasnya, berdasarkan hasil evaluasi diri, komponen-komponen yang
rendah skornya perlu segera dilakukan perbaikan.
Keempat, sekolah mengajukan
akreditasi kepada BAS Provinsi (untuk SLB, SMA, dan SMK) dan BAS Kabupaten/Kota
(untuk TK, SD, dan SMP) dilampiri hasil evaluasi diri yang telah diupayakan
perbaikannya. Setelah dilakukan evaluasi diri dan berbagai kekurangan,
kelemahan, dan ancaman telah diupayakan pemecahannya, sekolah dapat mengajukan
akreditasi. Dalam pengajuan akreditasi, seyogyanya sekolah merasa yakin bahwa
sekolahnya memang layak diusulkan untuk diakreditasi.
Kelima, BAS Provinsi/Kabupaten/Kota
mempelajari usulan akreditasi sekolah untuk menentukan apakah perlu dilakukan
visitasi atau tidak. Jika hasil evaluasi diri layak, maka BAS
Provinsi/Kabupaten/Kota melakukan visitasi kesekolah untuk memferifikasi hasil
evaluasi diri. Sebaliknya, jika hasilnya tidak layak, BAS
Provinsi/Kabupaten/Kota dapat memutuskan untuk tidak melakukan visitasi dan
berkas usulan akreditasi dikembalikan ke sekolah untuk diperbaiki. Hasil
perbaikan dapat digunakan untuk mengajukan kembali usulan akreditasi.
Keenam, jika visitasi dilakukan,
hasil visitasi digunakan untuk membuat keputusan tentang peringkat akreditasi
sekolah yang bersangkutan, disertai hasil temuan, dan disertai pula saran-saran
perbaikan dan pengembangan/pembinaan.
PELAKSANAAN AKREDITASI
A. Persyaratan Sekolah yang Diakreditasi
Sekolah yang akan diakreditasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. memiliki surat keputusan kelembagaan unit pelaksana teknis (UPT) sekolah
2. memiliki siswa pada semua tingkatan kelas
3. memiliki sarana dan prasarana pendidikan
4. memiliki tenaga kependidikan
5. melaksanakan kurikulum nasional
6. telah menamatkan peserta didik
B. Prosedur dan Mekanisme Akreditasi
Akreditasi dilakukan oleh BAS melalui penilaian kinerja sekolah. BAS
menunjuk tim asesor untuk melakukan penilaian terhadap sekolah, yaitu
membandingkan kondisi nyata di sekolah dengan standar akreditasi yang telah
ditetapkan. Penilaian dilakukan terhadap data, informasi, dan kenyataan di
lapangan yang dimiliki oleh sekolah. Data dan informasi yang sifatnya
kualitatif dan kuantitatif diperoleh dari sekolah melalui respon yang disusun
berdasarkan instrumen akreditasi yang diturunkan dari standar akreditasi,
berupa pedoman penyusunan evaluasi diri sekolah. Sekolah berkewajiban
menyampaikan data dan informasi secara benar dan jujur sesuai kenyataan di
lapangan.
Akreditasi dilakukan terhadap permohonan oleh sekolah kepada BAS dengan
melampirkan dokumen hasil evaluasi diri sekolah. Jadi hasil evaluasi diri
sekolah merupakan prasyarat wajib yang harus dikirim ke BAS sebelum dilakukan
akreditasi sekolah oleh tim asesor.
Secara umum, evaluasi diri adalah penilaian terhadap sekolah sendiri yang
dilakukan sendiri oleh sekolah yang bersangkutan yang pelaksanaannya dapat
menggunakan para ahli sejawat dari luar sekolahnya. Komponen, format, prosedur,
dan cara-cara melakukan evaluasi diri dapat diminta dari BAS yang bersangkutan.
Akreditasi sekolah untuk SLB, SMA, dan SMK dilakukan oleh BAS Provinsi.
Akreditasi sekolah untuk TK, SD, dan SMP dilakukan oleh BAS Kabupaten/Kota.
Baik akreditasi sekolah yang dilakukan oleh BAS Provinsi maupun oleh BAS
Kabupaten/Kota, prosedur dan mekanisme kerjanya dapat dikemukakan sebagai
berikut:
1. Sekolah mengajukan permohonan akreditasi kepada BAS Propinsi untuk
jenjang SLB, SMA, dan SMK atau kepada BAS Kabupaten/Kota untuk jenjang TK, SD,
atau SMP.
2. Sekolah melakukan evaluasi diri berdasarkan instrumen yang dibuat oleh
BAS dengan mengisi/merespon instrumen evaluasi tersebut secara benar, jujur,
dan lengkap sesuai dengan kenyataan di lapangan (sekolah yang diakreditasi).
3. Sekolah mengembalikan hasil evaluasi diri kepada BAS yang disertai surat
permohonan untuk diakreditasi. Jadi hasil evaluasi diri merupakan prasyarat
wajib yang harus dikirimkan ke BAS sebelum akreditasi sekolah dilakukan.
4. Hasil evaluasi diri oleh sekolah diperiksa oleh tim asesor (desk work).
Berdasarkan hasil penilaian terhadap evaluasi diri sekolah, tim asesor
memberikan rekomendasi kepada BAS untuk melakukan visitasi atau tidak. Jadi
keputusan melakukan atau tidak melakukan visitasi ke sekolah sangat tergantung
dari penilaian oleh tim asesor terhadap evaluasi diri sekolah. Jika menurut
penilaian BAS bahwa hasil evaluasi diri tidak layak, maka BAS dapat memutuskan
untuk tidak melakukan visitasi ke sekolah.
5. Jika hasil evaluasi diri layak, maka BAS mengirim tim asesor untuk
melakukan visitasi ke sekolah. Esensi visitasi ke sekolah adalah untuk
melakukan cek-recek/validasi/verifikasi terhadap dokumen hasil evaluasi diri
yang dilakukan oleh sekolah dengan kenyataan di lapangan yang dimiliki oleh
sekolah.
6. Berdasarkan dokumen evaluasi diri dan visitasi ke sekolah yang dilakukan
oleh tim asesor, maka penilaian akhir oleh tim asesor dilakukan disertai berita
acara visitasi. Hasil penilaian akhir oleh tim asesor juga disertai saran-saran
pembinaan, pengembangan, dan peningkatan kinerja sekolah yang diakreditasi.
7. Nilai akhir dan peringkat akreditasi ditetapkan melalui sidang pleno BAS
Provinsi atau Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya. Penetapan nilai akhir
dan peringkat juga disertai saran-saran tindak lanjut (pembinaan, pengembangan,
maupun peningkatan kinerja sekolah).
8. Berdasarkan butir (7), BAS Provinsi atau Kabupaten/Kota menerbitkan
sertifikat tentang status (terakreditasi/tak terakreditasi) dan peringkat
akreditasi sekolah sesuai dengan kewenangannya menggunakan format yang
dikeluarkan oleh BAS Nasional.
C. Tim Asesor
Tim asesor yang melakukan visitasi ke sekolah harus profesional dan cukup
jumlahnya. Untuk itu, berikut adalah beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan
dalam penunjukan tim asesor.
1. Asesor ditunjuk oleh Ketua BAS berdasarkan persyaratan-persyaratan
sebagai berikut:
a. Usia maksimal 60 tahun;
b. memiliki kemampuan dan integritas diri serta komitmen untuk melaksanakan
tugasnya;
c. berpengalaman minimal 5 tahun dalam pelaksanaan dan pengelolaan
pendidikan;
d. memiliki kualifikasi pendidikan sekurang-kurangnya D3/sarjana muda bagi
anggota tim asesor jenjang TK dan SD, dan minimal S1/sarjana atau yang
sederajat untuk jenjang SMP, SMA, SMK dan SLB;
e. memahami dan menguasai konsep serta prinsip-prinsip dasar pelaksanaan
akreditasi sekolah termasuk mekanisme pelaksanaan visitasi;
f. memiliki kemampuan untuk menggali bergagai data dan informasi yang
akurat dan komprehensif dalam menggambarkan kelayakan dan kinerja sekolah;
g. telah mengikuti pendidikan dan pelatihan akreditasi sekolah dan berhasil
memperoleh sertifikat yang dikeluarkan BAS;
2. Tim Asesor melaksanakan tugas sesuai dengan surat tugas yang dikeluarkan
oleh BAS Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya
MONITORING DAN PUBLIKASI
A. Pemeriksaan
terhadap Proses dan Hasil Akreditasi
Untuk mengetahui apakah proses akreditasi dilakukan menurut prinsip-prinsip
dasar akreditasi dan apakah hasil akreditasi sesuai dengan kenyataan yang ada
di sekolah, sewaktu-waktu perlu dilakukan pemeriksaan melalui sampling ke
sejumlah sekolah di propinsi/kabupaten/kota tertentu. Hal ini penting dilakukan
untuk mengetahui derajat ketelitian dan keakuratan terhadap prosedur dan/atau
hasil akreditasi. Kesalahan terhadap prosedur dan/atau hasil akreditasi bisa
terjadi karena kesengajaan atau kekhilafan asesor.
Untuk kepentingan tersebut, BAS-Nasional dapat menunjuk komisi yang berasal
dari asesor BAS-Nasional atau komisi independen yang berasal dari sumber lain,
seperti misalnya asosiasi profesi, pakar, praktisi, dan sebagainya yang diberi
tugas untuk melakukan evaluasi secara sampling ke sejumlah sekolah di
kabupaten/kota tertentu.
Hasil pemeriksaan yang dilakukan secara sampling dapat digunakan untuk
meluruskan praktik-praktik akreditasi yang tidak sesuai dengan prosedur dan
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Bagi asesor yang menyalahi prosedur
dan ketentuan-ketentuan akreditasi yang berlaku dan melanggar kode etik sebagai
asesor, harus diberi sanksi, yaitu diberhentikan sebagai asesor.
B. Pengajuan Banding
Dalam kenyataan mungkin saja terjadi bahwa keputusan tim asesor tentang
proses akreditasi tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
dan/atau hasil akreditasi tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di sekolah
tersebut. Jika sekolah merasa keberatan terhadap keputusan tersebut, maka sekolah
yang bersangkutan berhak mengajukan keberatan dan permohonan banding yang
diajukan kepada BAS Kabupaten/Kota (TK, SD, SMP) dan BAS Provinsi (SLB, SMA,
SMK). Sekolah dapat meminta klarifikasi tentang proses dan/atau hasil
akreditasi tersebut melalui re-evaluasi akreditasi sekolah. Jika pengajuan
banding tidak dapat dipecahkan/diselesaikan pada BAS Kabupaten/Kota (TK, SD,
SMP) dan di BAS Provinsi (SLB. SMA, dan SMK), sekolah dapat mengajukan banding
ke BAS-Nasional. BAS-Nasional kemudian dapat menugaskan Tim yang ditunjuk untuk
melakukan klarifikasi proses dan hasil akreditasi ke sekolah.
Pengajuan banding dilakukan melalui surat permohonan paling lambat tiga
bulan, setelah keputusan akreditasi diterima oleh sekolah yang bersangkutan.
Dalam surat permohonan banding tersebut, sekolah yang bersangkutan menunjukkan
dan menjelaskan butir-butir yang dianggap tidak sesuai dengan prosedur dan/atau
kenyataan yang ada di sekolah tersebut dengan bukti-bukti yang dapat dijamin
kredibilitasnya.
Berdasarkan surat pengajuan banding tersebut, maka Badan Akreditasi Sekolah
Nasional membentuk komisi yang diberi tugas untuk mengkaji dan melakukan
re-evaluasi pengajuan banding tersebut. Anggota komisi ditunjuk oleh
BAS-Nasional yang beranggotakan 3 orang untuk melaksanakan re-evaluasi ke
sekolah yang bersangkutan. Hasil evaluasi diserahkan ke BAS-Nasional dan ke
sekolah yang bersangkutan paling lambat 1 bulan setelah dilakukan penilaian
kembali (re-evaluasi). Hasil re-evaluasi merupakan hasil final yang tidak dapat
digugat oleh sekolah dan BAS-Nasional.
C. Data Base dan Publikasi Hasil Akreditasi
BAS-Nasional mengembangkan dan mengelola data base hasil akreditasi setiap
sekolah. Data base hasil akreditasi diperlukan untuk mengetahui perkembangan
setiap sekolah dan pemetaan mutu pendidikan secara nasional. Data base harus
dapat diakses oleh publik sewaktu-waktu melalui internet.
Hasil akreditasi diterbitkan melalui internet dan buku yang khusus memuat
hasil akreditasi seluruh sekolah di Indonesia. Buku tersebut diterbitkan secara
berkala (setiap tahun) yang berisi hasil akreditasi seluruh sekolah di Indonesia
pada tahun tersebut dan memaparkan pemeringkatannya.
BADAN
AKREDITASI SEKOLAH
A. Nama
Akreditasi sekolah
dilaksanakan oleh Badan Akreditasi Sekolah yang disingkat (BAS). BAS bertugas
melakukan penilaian kinerja sekolah. BAS terdiri BAS-Nasional, BAS Provinsi, dan BAS Kabupaten/Kota.
B. Kedudukan dan Sifat
BAS-Nasional berkedudukan
di Ibukota DKI Jakarta, BAS Provinsi berkedudukan di ibukota Provinsi, dan BAS
Kabupaten/Kota berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota. BAS merupakan badan non
struktural yang bersifat independen, bersifat mandiri dan profesional.
C. Keanggotaan
Anggota BAS-Nasional, BAS
Provinsi, BAS Kabupaten/Kota terdiri dari unsur pemerintah dan atau pemerintah
daerah, praktisi sekolah, pakar pendidikan, lembaga swadaya masyarakat peduli
pendidikan, Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS), dan asosiasi profesi
pendidikan. Jumlah anggota BAS disesuaikan dengan keperluan. Masa jabatan
keanggotaan BAS dalam satu periode selama 4 (empat) tahun dan dapat diangkat
kembali satu kali periode berikutnya.
D. Tugas dan Fungsi BAS
1. BAS-NasionaI
a. BAS-Nasional mempunyai tugas merumuskan kebijakan dan melaksanakan
sosialisasi kebijakan tentang akreditasi sekolah.
b. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada butir (a)
BAS-Nasional mempunyai fungsi:
1) perumusan kebijakan dan penetapan perangkat akreditasi sekolah;
2) pelaksanaan sosialisasi kebijakan dan perangkat akreditasi sekolah;
3) pelaksanaan pemberdayaan atau pembinaan kepada BAS Propinsi/Kabupaten
/Kota tentang pelaksanaan akreditasi;
4) pendelegasian kewenangan melaksanakan akreditasi atas nama BAS Nasional
terhadap sekolah-sekolah yang menjadi bagian dari lingkup tugasnya;
5) penetapan dan penggandaan form atau blanko sertifikat asesor dan blanko
sertifikat hasil akreditasi yang akan digunakan oleh BAS dalam mensertifikasi
sekolah;
6) pemantauan dan evaluasi pelaksanaan akreditasi sekolah;
7) pemberian rekomendasi
tentang tindak lanjut hasil akreditasi;
8) pelaporan hasil
akreditasi sekolah secara nasional;
9) pelaksanaan
ketatausahaan BAS Nasional;
10) pembangunan basis data
dan sosialisasi pemanfaatannya.
2. BAS Provinsi
a. BAS Provinsi mempunyai
tugas melakukan sosialisasi dan koordinasi pelaksanaan akreditasi SLB, SMA, dan
SMK.
b. Untuk melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud pada butir (a), BAS Provinsi mempunyai fungsi:
1) pelaksanaan sosialisasi kebijakan tentang akreditasi SLB, SMA, dan SMK;
2) pelaksanaan akreditasi SLB, SMA, dan SMK;
3) penindaklanjuti hasil
akreditasi SLB, SMA dan SMK;
4) penetapan peringkat
akreditasi, penerbitan sertifikat dan publikasi hasil akreditasi SLB, SMA, dan
SMK;
5) pelaporan hasil
akreditasi sekolah tingkat Provinsi;
6) pelaksanaan ketatausahaan
BAS Provinsi;
7) pemanfaatan basis data
untuk kepentingan tugas pembinaan sekolah pasca akreditasi;
3. BAS Kabupaten/Kota
a. BAS Kabupaten/Kota
mempunyai tugas melakukan sosialisasi dan koordinasi pelaksanaan
akreditasi TK, SD, DAN SMP.
b. Untuk melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud pada butir (a), BAS Kabupaten/Kota mempunyai fungsi:
1). pelaksanaan sosialisasi kebijakan tentang akreditasi TK, SD, dan SMP;
2). pelaksanaan akreditasi TK, SD, dan SMP;
3). penindaklanjuti hasil akreditasi TK, SD, dan SMP;
4). penetapan peringkat
akreditasi, penerbitan sertifikat, dan publikasi hasil akreditasi TK,SD,
dan SMP;
5). pelaporan hasil akreditasi sekolah tingkat Kabupaten/Kota;
6). pelaksanaan ketatausahaan BAS kabupaten/Kota;
7). pemanfaatan basis data untuk kepentingan tugas pembinaan sekolah pasca
akreditasi.
4. Tim Asesor
Dalam melaksanakan
akreditasi sekolah, BAS Provinsi dan BAS Kabupaten/Kota. Mengangkat tim asesor
yang jumlahnya sesuai dengan kebutuhan.
E. Susunan Organisasi
1. Agar BAS dapat
menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana disebut sebelumnya, maka susunan
organisasi BAS Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota diatur sebagai berikut:
a. ketua merangkap anggota
b. sekretaris merangkap anggota
c. anggota, yang jumlahnya sekurang-kurangnya 11 orang dan
sebanyak-banyaknya sesuai dengan keperluan serta berjumlah gasal
2. Ketua dan Sekretaris BAS dipilih oleh dan dari anggota.
3. BAS dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh sekretariat.
F. Tata Hubungan
Tata hubungan antara
BAS-Nasional, BAS Provinsi, dan BAS Kabupaten/Kota maupun antara BAS dengan
pemerintah pusat dan daerah bersifat koordinatif.
G. Pembentukan Badan
Akreditasi
1. Tata Cara Pembentukan
Pembentukan BAS-Nasional,
BAS Provinsi, dan BAS Kabupaten/Kota diawali dengan pembentukan panitia
persiapan yang dibentuk oleh masing-masing Departemen Pendidikan Nasional,
Gubernur, dan Bupati/Wali Kota. Panitia persiapan berjumlah 7 (tujuh) orang
terdiri dari praktisi pendidikan, pakar pendidikan, asosiasi profesi
pendidikan, birokrat pendidikan, lembaga swadaya masyarakat peduli pendidikan,
dan yayasan penyelenggara pendidikan.
Panitia persiapan bertugas
mempersiapkan pembentukan BAS, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengadakan forum
sosialisasi kepada masyarakat tentang pembentukan BAS, terutama tentang
pentingnya pembentukan BAS dan upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam
pembentukan BAS.
b. Menyusun kriteria /
persyaratan untuk menjadi anggota BAS dan menjaring calon anggota melalui forum
terbuka / media masa / cara-cara lain yang demokratis dan transparan / terbuka.
c. Menyeleksi calon
anggota berdasarkan kriteria/persyaratan tersebut.
d. Mengumumkan nama-nama
calon terpilih kepada masyarakat.
e. Memfasilitasi pemilihan
pengurus dan anggota BAS.
f. Menyampaikan nama-nama
pengurus dan anggota BAS kepada: Menteri Pendidikan Nasional untuk untuk
BAS-Nasional, Gubernur untuk BAS Provinsi, Bupati/Walikota untuk BAS
Kabupaten/Kota, untuk ditetapkan.
2. Penetapan BAS
Calon anggota dan pengurus
BAS yang telah terpilih kemudian ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri
Pendidikan Nasional (BAS-Nasional), Surat Keputusan Gubemur (BAS Provinsi), dan
Surat Keputusan Bupati/Walikota (BAS Kabupaten/Kota), yang selanjutnya diatur
dalam AD dan ART. Setelah pengurus
dan anggota BAS ditetapkan oleh masing-masing unit Pemerintahan tersebut, maka
panitia persiapan dinyatakan selesai tugasnya dan dibubarkan.
3. Prinsip-Prinsip
Pembentukan
Pembentukan BAS harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan
demokratis. Yang dimaksud dengan transparan adalah BAS harus dibentuk secara
terbuka dan diketahui oleh masyarakat secara luas mulai dari tahap pembentukan
panitia persiapan, proses sosialisasi oleh panitia persiapan, kriteria calon
anggota, proses seleksi calon anggota, pengumuman calon anggota, proses
pemilihan, dan penyampaian hasil pemilihan.
Adapun akuntabel berarti bahwa panitia persiapan hendaknya menyampaikan
laporan pertanggungjawaban kinerjanya dan penggunaan dana kepanitiaan.
Sedangkan demokratis berarti bahwa dalam proses pemilihan anggota dan pengurus
dilakukan dengan musyawarah mufakat. Jika musyawarah mufakat tidak berjalan
mulus, maka pemilihan anggota dan pengurus dapat dilakukan melalui pemungutan
suara yang dilakukan secara bebas dan rahasia.
Akreditasi sekolah
merupakan salah satu upaya untuk memajukan pendidikan. Disadari bahwa
akreditasi sekolah memang perlu, tetapi BAS tidak pernah mengasumsikan bahwa
segalanya cukup dengan akreditasi sekolah. Tentu saja alasannya jelas yaitu,
kompleksitas sekolah tidak bisa serta merta hanya diupayakan dan dikontrol
dengan akreditasi sekolah. Akreditasi sekolah, utamanya standar akreditasi,
secara sendirian tidak mampu memecahkan segala tekanan masyarakat, isu sosial,
kondisi ekonomi, kondisi politik, tuntutan globalisasi, tuntutan otonomi, dan
sebagainya, yang berpengaruh kepala sekolah. Keungulan sekolah memerlukan lebih
dari sekedar standar akreditasi kerena keunggulan kualitas lebih besar dari
pada penjumlahan seluruh butir standar akreditasi.
Itulah sebabnya, standar
akreditasi yang dipersiapkan untuk masa depan yang belum diketahui itu memiliki
keluwesan, keinovasian, dan daya tanggap yang tinggi terhadap tantangan
perubahan yang dihadapi. Dengan kesadaran semacam ini, Buku Pedoman Akreditasi
Sekolah ini terbuka terhadap kritik, saran, dan masukan yang bermanfaat bagi
penyempumaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar